PERILAKU KEORGANISASIAN
NAMA : Zefanya Putri Listoro
NPM : 17211727
KELAS: 2 EA27
Dosen :Bpk Nurhadi,SE,AK,MM
FAKULTAS
MANAJEMEN EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
D. AZAS-AZAS POKOK ORGANISASI
Agar
organisasi dapat mencapai tujuannya dengan efektif dan efisien, ada beberapa
azas pokok yang dapat dijadikan pedoman, antara lain :
1. Perumusan tujuan,
2. Pembagian tugas pekerjaan,
3. Pendelegasian kekuasaan,
4. Rentang pengawasan,
5. Tingkat pengawasan, dan
6. Kesatuan perintah dan tanggung
jawab.
1 .PERUMUSAN TUJUAN
ORGANISASI
Perumusan tujuan organisasi
sangat penting karena merupakan landasan dan arah setiap kegiatan organisasi.
Tujuan merupakan landasan menentukan kebijaksanaan organisasi, dalam membentuk
struktur yang akan dipakai, tata kerja serta aktivitas – aktivitas yang harus
dilaksanakan. Perumusan tujuan harus jelas, artinya bahwa tujuan ini harus
dipahami dan diterima oleh semua pihak yang bersangkutan. Tujuan tersebut akan
menjiwai setiap orang, mulai dari pucuk pimpinan hingga pejabat terendah dalam
melaksanakan tugas masing – masing. Memahami berarti mengetahui tujuan itu
sepenuhnya beserta faedah pencapaian tujuan tersebut bagi semua pihak. Hal ini
merupakan salah satu faktor yang memperkuat motivasi dalam melaksanakan tugas
masing – masing.
Tujuan
organisasi mempunyai syarat – syarat sebagai berikut :
a. Specific, mempunyai ciri – ciri
jelas mengenai batas – batas tujuan yang akan dicapai.
b. Realistic, tujuan harus
memungkinkan dapat dicapai, (wajar untuk dicapai) diukur oleh kemampuan dan
kelemahan perusahaan, yang diukur dengan analisa SWOT : Strength (kekuatan),
Weaknesses (kelemahan), Opportunity (peluang), Treath (kendala).
c. Moderate risk, untuk mencapai
suatu tujuan, terkandung resiko yang tidak terlalu berat (wajar).
d. Challenging, menantang.
e. Measurable, tujuan harus dapat
diukur, misalnya volume produk ditingkatkan 25% dari produk tahun lalu.
f. Time phased, yaitu kurun waktu
yang jelas, dengan penjadwalan kerja yang cermat.
2.
PEMBAGIAN TUGAS PEKERJAAN DALAM ORGANISASI
Pembagian
tugas mutlak dilakukan dalam organisasi agar tidak terjadi tumpang tindih dalam
pelaksanaan pekerjaan. Agar tidak menimbulkan penumpukan pekerjaan pada satu
titik dan kekosongan pada titik yang lain. supaya ada pegawai yang sedang main
game dan ngobrol tetapi yang lain sibuk dengan pekerjaannya. Jika ini dibiarkan
mengakibatkan kecemburuan social dan kesenjangan social, apalagi dalam
organisasi pemerintah, terutama dikalangan PNS timbul istilah Pintar Goblok
Gaji Sama (PGGS).. Apalagi prestasi kerja bukan menjadi tolak ukur
keberhasilan, tetapi mengedepankan IP (Indeks Pendekatan). Hal ini membuat
suasana kerja menjadi tidak kompetitif, sehingga setiap anggota bukan berusaha
bagaimana menjalankan tugas sebaik-baiknya tetapi bagaimana memikat hati
pimpinan sedekat-dekatnya. Sedangkan DP3 yang ada sebagai pedoman mengukur
prestasi kerja anggota organisasi cendrung bersifat subyek dari atasan,
semestinya menggunakan tolak ukur yang lebih terukur seperti seberapa banayak
tugas yang berhasil dapat dia selesaikan.
Setiap
organisasi harus diberi beban tugas sesuai latar belakang dan kemampuannya.
Tugas dan tanggung jawab seperti dua sisi mata uang yang saling mengkait.
Setiap anggota harus bertanggung jawab terhadap setiap pelaksanaan tugasnya
sesuai tupoksi yang dimiliki. Walaupun secara komando “tidak ada prajurit yang
salah yang salah adalah komandan”. Namun kesadaran tanggung jawab harus
ditanamkan pada setiap anggota organisasi, agar setiap pelaksanaan pekerjaan
jelas siapa yang memiliki tanggung jawab. Inti pembagian tugas adalah anggota
organisasi mengetahui siapa mengerjakan apa.
Pembagian
tugas berfungsi agar tidak timbul manajemen “tukang sate”, dia meraut lidi, dia
yang menusuk sate, dia yang membakar sate, dia yang membuat sambal, semua dia
yang melakukan. Organisasi yang menerapkan menejemen “tukang sate” ,
organisasai tidak sehat, harus ada pembagian tugas dengan jelas, siapa yang
mengonsep surat, siapa mengangendakan surat, siapa yang mengetik, siapa yang
mengantar surat. Bukan “semua untuk satu” atau “satu untuk semua”.
Pembagian
tugas akan menimbulkan kerjasama antar anggota organisasi terjalin.
Inilah ciri organisasai modern. Dimana, penyelesaian pekerjaan tidak
mengandalkan individu tetapi kerja tim (Team work).
Pembagian
tugas yang jelas, akan memberikan tanggung jawab pada setiap anggota
organisasi, dalam melaksanakan tugas akan terjalin kerjasama, slogan “bersama
kita biasa” akan dapat digunakan untuk mengembangkan organisasi kearah yang
lebih baik di masa yang akan datang.
Organisasi
masa depan adalah organisasai yang mau berubah dan dapat beradaptasi
dengan arus perubahan zaman yang sangat cepat. “Ikuti arus, jangan melawan
arus, tapi menepi agar tidak terbawa arus”.
3. PENDELEGASIAN WEWENANG (Delegation Of
Authority)
1. Pengertian
·
Menurut Drs. H. Malayu SP. Hasibuan
Pendelegasian wewenang
adalah memberikan sebagian pekerjaan atau wewenang oleh delegator kepada delegate
untuk dikerjakannya.
·
Harold koontz & Cyril o’donnel
Wewenang (authority) adalah hak
untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu (T. Hani Handoko). Sedangkan
menurut Harold Koontz and Cyril O’Donnel pendelegasian wewenang merupakan pokok
yang didapat kembali oleh pemberi wewenang. Hal itu adalah suatu sifat
wewenang, si pemilik wewenang (pemimpin) tidak selamanya menyelesaikannya
sendiri kekuasaan ini dengan menyerahkan wewenang itu. Dengan demikian maka
proses Pendelegasian wewenang itu merupakan hubungan atasan dengan bawahan,
merupakan mata rantai yang terus-menerus bersambung.
Seseorang pemimpin baru dapat
melakukan kegiatan atau memerintah setelah ia memperoleh wewenang. Bawahan
tidak akan melakukan kegiatan dalam perusahaan, jika tidak ada perintah dari
atasan, sehingga tidak ada kegiatan dalam perusahaan atau perusahaan tidak
dapat merealisasi tujuannya. Delegation of authority sulit untuk diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia secara tepat, karena dalam Delegation of authority
ini terdapat sifat “Du Characteristic”. Du Characteristic, artinya pihak
bawahan menerima wewenang dari atasan tetapi pada saat yang sama atasan yang
bersangkutan tetapi memiliki wewenang tersebut. Pemimpin (delegator) tidak
hilang haknya terhadap wewenang yang telah didelegasikan itu.
Pendelegasian wewenang merupakan pokok yang
didapat kembali oleh si pemberi wewenang. Hal itu adalah suatu sifat wewenang,
pemilik wewenang (manajer) tidak selamanya menyelesaikan sendiri kekuasaan itu
dengan menyerahkan wewenang itu.
Banyak arti tentang pendelegasian wewenang
yaitu :
1. Pendelegasian wewenang
merupakan dinamika organisasi, karena dengan pendelegasian wewenang ini para
bawahan mempunyai wewenang sehingga mereka dapat mengerjakan sebagian
pekerjaan delegatornya.
2. Pendelegasian wewenang
merupakan proses yang bertahap dan yang menciptakan pembagian kerja, hubungan
kerja dan adanya hubungan kerja sama dalam suatu organisasi atau perusahaan.
3. Pendelegasian wewenang
dapat memeperluas ruang gerak dan waktu seorang manajer.
4. Pendelegasian
wewenang, manajer tetap bertanggungjawab terhadap tercapainya tujuan
perusahaan.
5. Pendelegasian wewenag
menjadi ikatan formal dalam suatu organisasi.
6. Wewenang (authority)
merupakan kunci daripada pekerjaan seorang manajer. Arti sebenarnya dari
seorang manajer dalam sebuah organisasi dan hubungannya dengan orang lain pada
organisasi tersebut terlihat pada wewenang yang diimilikinya. Yang mengikat
bagian-bagian daripada suatu struktur organisasi adalah hubungan wewenang.
a.
Wewenang (authority) ialah
hak dan kekuatan untuk melakukan perintah – perintah menggunakan sumber daya
dalam pencapaian tujuan.
b. Tanggung jawab
(responsibility) ialah
sejumlah hasil yang harus dicapai.
c. Pertanggung jawaban (accountability)
adalah hak dan kekuatan
untuk memberikan jawaban atas hasil yang harus dicapai oleh pemberian delegasi.
Wewenang yang telah
didelegasikan/dilimpahkan kepada bawahan berarti si bawahan telah mempunyai
wewenang dan sekaligus tanggung jawab dan pertanggung jawaban terhadap hasil
dari pendelegasian/pelimpahan daripada wewenang tersebut.
Perlu diingat bahwa walaupun si manajer telah
melimpahkan wewenang akan tetapi wewenang tersebut tepat berada pada si manajer
karena pertanggungjawaban ada pada si manajer. Bertambah ke bawah dari jawaban
piramida organisasi maka wewenang bertambah kecil, dan sebaliknya bertambah ke
atas dari dasar piramida organisasi pertanggung jawaban bertambah besar. Yang
dapat didelegasikan/dilimpahkan adalah wewenang bukan tanggung jawab.
4. RENTANG
PENGAWASAN / PENGENDALIAN
Rentang pengawasan (Span of
Control) adalah jumlah bawahan langsung yang dapat dipimpin secara efektif oleh
seseorang. Mengenai jumlah bawahan yang dapat dipimpin secara efektif belum ada
keseragaman pedoman. Walaupun demikian Mary Cushing Niles dalam bukunya “The
Essence of Management”, (1958 : 193) mengemukakan ada empat faktor yang harus
diperhatikan dalam menentukan luasnya rentang pengawasan yaitu sebagai berikut
:
·
Hal
– hal yang berhubungan dengan rencana organisasi, semakin jelas rencana suatu
organisasi dan tegas batas – batas pertanggung jawaban dalam organisasi
tersebut, semakin banyak / besar jumlah orang yang dapat dikendalikan.
·
Jalinan
hubungan antara orang – orang yang pekerjaan – pekerjaan yang harus
dikendalikan. Semakin banyak hubungan antara pekerjaan yang satu dengan yang
lain dan antara orang – orang yang bersangkutan, semakin kecil jumlah yang
dapat dikendalikan secara efektif.
·
Kemampuan
orang – orang dalam organisasi yang bersangkutan. Makin tangkas dan pandai
seorang pimpinan semakin banyak orang yang dapat dikendalikan. Di lain pihak
semakin tinggi kemampuan dan inisiatif bawahan, semakin banyak bawahan yang
dapat dikendalikan pimpinan.
·
Corak
pekerjaan. Semakin sederhana dan seragam corak sesuatu pekerjaan, semakin
banyak bawahan yang dapat dikendalikan.
Bagi suatu organisasi yang sudah
kokoh, pejabat – pejabatnya dapat menjalankan rentang pengawasan yang lebih
luas dari pada organisasi yang masih baru. Pada umumnya jumlah bawahan dapat
berkisar antara 4 dan 8 orang pada tingkat atas organisasi, sedang pada tingkat
yang lebih rendah berkisar antara 8 dan 15 atau mungkin lebih. Faktor lain yang
perlu diperhatikan ialah faktor jarak dan faktor waktu. Bila orang – orang yang
harus dikendalikan tersebar di berbagai tempat, rentangan pengawasan harus dipersempit
(lebih sempit). Demikian pula bila suatu pelaksanaan pekerjaan membutuhkan waktu
yang lama.
5.TINGKAT
PENGAWASAN
Suatu
organisasi yang telah berkembang, strukturnya akan tersusun tingkat demi
tingkat. Suatu azas yang perlu diperhatikan ialah bahwa tingkat – tingkat
pengawasan itu hendaknya berjumlah sesedikit mungkin (bentuk piramidnya tidak
terlampau menjulang tinggi), Flat top Organization (1956 : 196). Menurut seorang
sarjana Austria, Peter Drucker dalam bukunya The Practice of Management (1954 :
203 – 234), suatu struktur organisasi harus berisi tingkat pengawasan yang
berjumlah sesedikit mungkin dengan salurah perintah yang sependek – pendeknya,
sedangkan Henry G. Hodges dalam bukunya Management Principles and Practice
(1956 : 118), menganjurkan agar dipergunakan saja 5 tngkat walaupun secara umum
dipakai 6 tingkat.
6. KESATUAN
PERINTAH DAN TANGGUNG JAWAB
Harus
dijaga jangan sampai seorang bawahan bertanggung jawab terhadap lebih dari
seorang atasan. Hal ini sangat penting untuk menghindarkan adanya
kesimpangsiuran perintah, yang akan membingungkan bawahan serta menghambat
efisiensi dan efektivitas kerja.