Butterfly

Senin, 11 Maret 2013

PERILAKU KEORGANISASIAN


PERILAKU KEORGANISASIAN

NAMA : Zefanya Putri Listoro
NPM : 17211727
KELAS: 2 EA27
Dosen :Bpk Nurhadi,SE,AK,MM


FAKULTAS MANAJEMEN EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA



D. AZAS-AZAS POKOK ORGANISASI
Agar organisasi dapat mencapai tujuannya dengan efektif dan efisien, ada beberapa azas pokok yang dapat dijadikan pedoman, antara lain :
1.      Perumusan tujuan,
2.      Pembagian tugas pekerjaan,
3.      Pendelegasian kekuasaan,
4.      Rentang pengawasan,
5.      Tingkat pengawasan, dan
6.      Kesatuan perintah dan tanggung jawab.
1 .PERUMUSAN TUJUAN ORGANISASI
Perumusan tujuan organisasi sangat penting karena merupakan landasan dan arah setiap kegiatan organisasi. Tujuan merupakan landasan menentukan kebijaksanaan organisasi, dalam membentuk struktur yang akan dipakai, tata kerja serta aktivitas – aktivitas yang harus dilaksanakan. Perumusan tujuan harus jelas, artinya bahwa tujuan ini harus dipahami dan diterima oleh semua pihak yang bersangkutan. Tujuan tersebut akan menjiwai setiap orang, mulai dari pucuk pimpinan hingga pejabat terendah dalam melaksanakan tugas masing – masing. Memahami berarti mengetahui tujuan itu sepenuhnya beserta faedah pencapaian tujuan tersebut bagi semua pihak. Hal ini merupakan salah satu faktor yang memperkuat motivasi dalam melaksanakan tugas masing – masing.
Tujuan organisasi mempunyai syarat – syarat sebagai berikut :
a.       Specific, mempunyai ciri – ciri jelas mengenai batas – batas tujuan yang akan dicapai.
b.      Realistic, tujuan harus memungkinkan dapat dicapai, (wajar untuk dicapai) diukur oleh kemampuan dan kelemahan perusahaan, yang diukur dengan analisa SWOT : Strength (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunity (peluang), Treath (kendala).
c.       Moderate risk, untuk mencapai suatu tujuan, terkandung resiko yang tidak terlalu berat (wajar).
d.      Challenging, menantang.
e.       Measurable, tujuan harus dapat diukur, misalnya volume produk ditingkatkan 25% dari produk tahun lalu.
f.       Time phased, yaitu kurun waktu yang jelas, dengan penjadwalan kerja yang cermat.
2. PEMBAGIAN TUGAS PEKERJAAN DALAM ORGANISASI
Pembagian tugas mutlak dilakukan dalam organisasi agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan pekerjaan. Agar tidak menimbulkan penumpukan pekerjaan pada satu titik dan kekosongan pada titik yang lain. supaya ada pegawai yang sedang main game dan ngobrol tetapi yang lain sibuk dengan pekerjaannya. Jika ini dibiarkan mengakibatkan kecemburuan social dan kesenjangan social, apalagi dalam organisasi pemerintah, terutama dikalangan PNS timbul istilah Pintar Goblok Gaji Sama (PGGS).. Apalagi prestasi kerja bukan menjadi tolak ukur keberhasilan, tetapi mengedepankan IP (Indeks Pendekatan). Hal ini membuat suasana kerja menjadi tidak kompetitif, sehingga setiap anggota bukan berusaha bagaimana menjalankan tugas sebaik-baiknya tetapi bagaimana memikat hati pimpinan sedekat-dekatnya. Sedangkan DP3 yang ada sebagai pedoman mengukur prestasi kerja anggota organisasi cendrung bersifat subyek dari atasan, semestinya menggunakan tolak ukur yang lebih terukur seperti seberapa banayak tugas yang berhasil dapat dia selesaikan.
Setiap organisasi harus diberi beban tugas sesuai latar belakang dan kemampuannya. Tugas dan tanggung jawab seperti dua sisi mata uang yang saling mengkait. Setiap anggota harus bertanggung jawab terhadap setiap pelaksanaan tugasnya sesuai tupoksi yang dimiliki. Walaupun secara komando “tidak ada prajurit yang salah yang salah adalah komandan”. Namun kesadaran tanggung jawab harus ditanamkan pada setiap anggota organisasi, agar setiap pelaksanaan pekerjaan jelas siapa yang memiliki tanggung jawab. Inti pembagian tugas adalah anggota organisasi mengetahui siapa mengerjakan apa.
Pembagian tugas berfungsi agar tidak timbul manajemen “tukang sate”, dia meraut lidi, dia yang menusuk sate, dia yang membakar sate, dia yang membuat sambal, semua dia yang melakukan. Organisasi yang menerapkan menejemen “tukang sate” , organisasai tidak sehat, harus ada pembagian tugas dengan jelas, siapa yang mengonsep surat, siapa mengangendakan surat, siapa yang mengetik, siapa yang mengantar surat. Bukan “semua untuk satu” atau “satu untuk semua”.
Pembagian tugas akan menimbulkan kerjasama antar anggota organisasi  terjalin. Inilah ciri organisasai modern. Dimana, penyelesaian pekerjaan tidak mengandalkan individu tetapi kerja tim (Team work).
Pembagian tugas yang jelas, akan memberikan tanggung jawab pada setiap anggota organisasi, dalam melaksanakan tugas akan terjalin kerjasama, slogan “bersama kita biasa” akan dapat digunakan untuk mengembangkan organisasi kearah yang lebih baik di masa yang akan datang.
Organisasi masa depan adalah organisasai yang mau berubah dan  dapat beradaptasi dengan arus perubahan zaman yang sangat cepat. “Ikuti arus, jangan melawan arus, tapi menepi agar tidak terbawa arus”.
3. PENDELEGASIAN WEWENANG (Delegation Of Authority)
1. Pengertian
·         Menurut Drs. H. Malayu SP. Hasibuan
Pendelegasian wewenang adalah memberikan sebagian pekerjaan atau wewenang oleh delegator kepada delegate untuk dikerjakannya.
·         Harold koontz  & Cyril o’donnel
Wewenang (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu (T. Hani Handoko). Sedangkan menurut Harold Koontz and Cyril O’Donnel pendelegasian wewenang merupakan pokok yang didapat kembali oleh pemberi wewenang. Hal itu adalah suatu sifat wewenang, si pemilik wewenang (pemimpin) tidak selamanya menyelesaikannya sendiri kekuasaan ini dengan menyerahkan wewenang itu. Dengan demikian maka proses Pendelegasian wewenang itu merupakan hubungan atasan dengan bawahan, merupakan mata rantai yang terus-menerus bersambung.
Seseorang pemimpin baru dapat melakukan kegiatan atau memerintah setelah ia memperoleh wewenang. Bawahan tidak akan melakukan kegiatan dalam perusahaan, jika tidak ada perintah dari atasan, sehingga tidak ada kegiatan dalam perusahaan atau perusahaan tidak dapat merealisasi tujuannya. Delegation of authority sulit untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia secara tepat, karena dalam Delegation of authority ini terdapat sifat “Du Characteristic”. Du Characteristic, artinya pihak bawahan menerima wewenang dari atasan tetapi pada saat yang sama atasan yang bersangkutan tetapi memiliki wewenang tersebut. Pemimpin (delegator) tidak hilang haknya terhadap wewenang yang telah didelegasikan itu.
Pendelegasian wewenang merupakan pokok yang didapat kembali oleh si pemberi wewenang. Hal itu adalah suatu sifat wewenang, pemilik wewenang (manajer) tidak selamanya menyelesaikan sendiri kekuasaan itu dengan menyerahkan wewenang itu.
Banyak arti tentang pendelegasian wewenang yaitu :
1.  Pendelegasian wewenang merupakan dinamika organisasi, karena dengan pendelegasian wewenang ini para bawahan mempunyai wewenang sehingga mereka dapat mengerjakan  sebagian pekerjaan delegatornya.
2.  Pendelegasian wewenang merupakan proses yang bertahap dan yang menciptakan pembagian kerja, hubungan kerja dan adanya hubungan kerja sama dalam suatu organisasi atau perusahaan.
3.  Pendelegasian wewenang dapat memeperluas ruang gerak dan waktu seorang manajer.
4.  Pendelegasian wewenang, manajer tetap bertanggungjawab terhadap tercapainya tujuan perusahaan.
5.  Pendelegasian wewenag menjadi ikatan formal dalam suatu organisasi.
6.  Wewenang (authority) merupakan kunci daripada pekerjaan seorang manajer. Arti sebenarnya dari seorang manajer dalam sebuah organisasi dan hubungannya dengan orang lain pada organisasi tersebut terlihat pada wewenang yang diimilikinya. Yang mengikat bagian-bagian daripada suatu struktur organisasi adalah hubungan wewenang.
7.  Pelimpahan wewenang mempunyai tiga unsur yaitu:
a.    Wewenang (authority) ialah hak dan kekuatan untuk melakukan perintah – perintah menggunakan sumber daya dalam pencapaian tujuan.
b.  Tanggung jawab (responsibility) ialah sejumlah hasil yang harus dicapai.
c.  Pertanggung jawaban (accountability) adalah hak dan kekuatan untuk memberikan jawaban atas hasil yang harus dicapai oleh pemberian delegasi.

Wewenang yang telah didelegasikan/dilimpahkan kepada bawahan berarti si bawahan telah mempunyai wewenang dan sekaligus tanggung jawab dan pertanggung jawaban terhadap hasil dari pendelegasian/pelimpahan daripada wewenang tersebut.
Perlu diingat bahwa walaupun si manajer telah melimpahkan wewenang akan tetapi wewenang tersebut tepat berada pada si manajer karena pertanggungjawaban ada pada si manajer. Bertambah ke bawah dari jawaban piramida organisasi maka wewenang bertambah kecil, dan sebaliknya bertambah ke atas dari dasar piramida organisasi pertanggung jawaban bertambah besar. Yang dapat didelegasikan/dilimpahkan adalah wewenang bukan tanggung jawab. 

4. RENTANG PENGAWASAN / PENGENDALIAN
Rentang pengawasan (Span of Control) adalah jumlah bawahan langsung yang dapat dipimpin secara efektif oleh seseorang. Mengenai jumlah bawahan yang dapat dipimpin secara efektif belum ada keseragaman pedoman. Walaupun demikian Mary Cushing Niles dalam bukunya “The Essence of Management”, (1958 : 193) mengemukakan ada empat faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan luasnya rentang pengawasan yaitu sebagai berikut :
·         Hal – hal yang berhubungan dengan rencana organisasi, semakin jelas rencana suatu organisasi dan tegas batas – batas pertanggung jawaban dalam organisasi tersebut, semakin banyak / besar jumlah orang yang dapat dikendalikan.
·         Jalinan hubungan antara orang – orang yang pekerjaan – pekerjaan yang harus dikendalikan. Semakin banyak hubungan antara pekerjaan yang satu dengan yang lain dan antara orang – orang yang bersangkutan, semakin kecil jumlah yang dapat dikendalikan secara efektif.
·         Kemampuan orang – orang dalam organisasi yang bersangkutan. Makin tangkas dan pandai seorang pimpinan semakin banyak orang yang dapat dikendalikan. Di lain pihak semakin tinggi kemampuan dan inisiatif bawahan, semakin banyak bawahan yang dapat dikendalikan pimpinan.
·         Corak pekerjaan. Semakin sederhana dan seragam corak sesuatu pekerjaan, semakin banyak bawahan yang dapat dikendalikan.
Bagi suatu organisasi yang sudah kokoh, pejabat – pejabatnya dapat menjalankan rentang pengawasan yang lebih luas dari pada organisasi yang masih baru. Pada umumnya jumlah bawahan dapat berkisar antara 4 dan 8 orang pada tingkat atas organisasi, sedang pada tingkat yang lebih rendah berkisar antara 8 dan 15 atau mungkin lebih. Faktor lain yang perlu diperhatikan ialah faktor jarak dan faktor waktu. Bila orang – orang yang harus dikendalikan tersebar di berbagai tempat, rentangan pengawasan harus dipersempit (lebih sempit). Demikian pula bila suatu pelaksanaan pekerjaan membutuhkan waktu yang lama.
5.TINGKAT PENGAWASAN
Suatu organisasi yang telah berkembang, strukturnya akan tersusun tingkat demi tingkat. Suatu azas yang perlu diperhatikan ialah bahwa tingkat – tingkat pengawasan itu hendaknya berjumlah sesedikit mungkin (bentuk piramidnya tidak terlampau menjulang tinggi), Flat top Organization (1956 : 196). Menurut seorang sarjana Austria, Peter Drucker dalam bukunya The Practice of Management (1954 : 203 – 234), suatu struktur organisasi harus berisi tingkat pengawasan yang berjumlah sesedikit mungkin dengan salurah perintah yang sependek – pendeknya, sedangkan Henry G. Hodges dalam bukunya Management Principles and Practice (1956 : 118), menganjurkan agar dipergunakan saja 5 tngkat walaupun secara umum dipakai 6 tingkat.

6. KESATUAN PERINTAH DAN TANGGUNG JAWAB
Harus dijaga jangan sampai seorang bawahan bertanggung jawab terhadap lebih dari seorang atasan. Hal ini sangat penting untuk menghindarkan adanya kesimpangsiuran perintah, yang akan membingungkan bawahan serta menghambat efisiensi dan efektivitas kerja.