Butterfly

Senin, 18 Juni 2012

Belang & ballo [serta Mayat Berjalan] di toraja

TCN– Artikel berikut ini sangat jadul, dibuat pada 19 Februari 1972. Seseorang menulis pengalamannya, keunikan kerbau dan tuak (ballo) di kalangan suku Toraja di Sulawesi Selatan.

Kerbau bule (bulai = putih) terdapat dibanjak tempat, tapi kerbau belang hanja ada di Toradja. Dan bagaikan andjing poodle atau kutjing Angora, kerbau bule jang berbelang hitam itu merupakan status simbol bagi pemiliknja. Bila binatang terhormat ini ada disawah, maka ia tidak akan dibiarkan merumput sendiri, tapi sambil makan dituntun dengan seksama. Kalau kebetulan ada kerbau belang jang kelihatan membadjak sawah (dalam pengertian menghantjurkan tanah) maka itu pasti kerbau belang betina. Akan kerbau belang djantan tidak ada kerdjanja selain daripada makan dan tidur jang sempurna. Untuk tugas ini ia dihargai 10 x harga kerbau biasa. Selain dari keanehannja (diseluruh dunia, kerbau belang hanja terdapat di Toradja) maka djumlahnja jang terbatas (tidak setiap kerbau belang melahirkan anak jang djuga belang) sangat menentukan nilai dan harga binatang ini. Namun demikian tidak semua kerbau belang dinilai setaraf dan dihargai sama.

Ketika Gubernur Lamo ingin membeli sepasang kerbau belang untuk dipersembahkan kepada Presiden Soeharto, maka seorang ahli Toradja telah ditugaskan untuk mentjari kerbau belang djantan istimewa jang konon harus memenuhi beberapa sjarat djasmaniah. Pertama ekornja harus

pandjang kedua harus ada alis hitam melintang diatas kedua matanja (binatang mana gerangan jang punja alis?) ketiga matanja harus sangat bening, hitamnja-hitam dan putihnja putih keempat, pusarnja membentuk sesuai dengan garis-garis jang ditentukan. Arkian, dengan susah pajah kerbau belang istimewa itu dapat ditemukan djuga dan harganja: sang djantan Rp 165.000, sang betina Rp 30.000. Sekarang sepasang binatang terhormat itu dipelihara di Bogor, tapi orang-orang Toradja mengchawatir kan kesehatan mereka. "Salah-salah urus, bisa kurus", kata Sekretaris Daerah Toradja, Drs Randa MTB. Apa jang dikatakannja dapat dimaklumi mengingat kerbau, melebihi jang lain merupakan binatang kesajangan penduduk. "Ternak ini dipelihara untuk kebutuhan sosial dan budaja", udjar bupati Abner Tampubolon. Menurut dia malah disana ada kerbau jang tidak bertanduk, dan kalau itu benar maka binatang djenis ini tidak dapat ditjari ditempat lain ketjuali di Sulawesi. Anti Busuk. Seolah keanehan kerbau tidak tjukup, alam masih melimpahkan beberapa mukdjizat ketjil lainnja bagi Tana Toradja.


Konon disebuah gua di desa Sillanang sedjak tahun 1905 telah ditemukan majat manusia jang utuh, tidak busuk sampai sekarang. Majat itu tidak dibalsem seperti jang dilakukan orang-orang Mesir Purba bahkan tidak diberi ramuan apapun. Tapi bisa tetap utuh. Menurut pendapat Tampubolon, kemungkinan ada sematjam zat digua itu jang chasiatnja bisa mengawetkan majat manusia. Kalau sadja ada ahli geologi dan kimia jang mau membuang waktu menjelidiki tempat itu, agaknja teka teki gua Sillanang dapat dipetjahkan. Di samping majat jang anti husuk, ada pula majat manusia jang bisa berdjalan diatas kedua kakinja, bagaikan orang hidup jang tidak kurang suatu apa. Kalau mau ditjari djuga perbedaannja, ada, tapi tidak begitu kentara.
















Konon menurut Tampubolon, sang majat berdjalan kaku dan agak tersentak-sentak. Dan dalam perdjalanan itu ia tidak bisa sendirian, harus ditemani oleh satu orang hidup jang mengawalnja, sampai ketudjuan achir jaitu rumahnja sendiri. Mengapa harus demikian?
Tjeritanja begini. Orang-orang Toradja biasa mendjeladjah daerahnja jang bergunung-gunung dan banjak tjeruk itu hanja dengan berdjalan kaki. Dari zaman purba sampai sekarang tetap begitu. Mereka tidak mengenal pedati, delman, gerobak atau jang sematjamnja. Nah dalam perdjalanan jang berat itu kemungkinan djatuh sakit dan mati selalu ada. Supaja majat tidak sampai ditinggal didaerah jang tidak dikenal (orang Toradja menghormati roh setiap orang jang meninggal) dan djug supaja ia tidak menjusahkan manusia lainnja (akan sangat tidak mungkin menggotong terus-menerus djenazah sepandjang perdjalanan jang makan waktu berhari-hari), maka dengan satu ilmu gaib, mungkin sedjenis hipnotisme menurut istilah saman sekarang, majat diharuskan pulang berdjalan kaki dan baru berhenti bila ia sudah meletakkan badannja didalam rumahnja sendiri. Dan bajangkan sadja, majat itu tahu arah djalan, dan tahu jang mana rumahnja! Kendati demikian masih ada satu pantangan: majat jang berdjalan itu tidak boleh disentuh. Mungkin kalau disentuh mukdjizat jang menjunglapnja dengan serta merta hilang.


Keanehan terachir jang tidak begitu menakdjubkan adalah "ballo" (tuak) jang kalau diminum tidak memabukkan, betapapun banjak anda meminumnja. Tuak jang diramu dengan sedjenis kulit kaju ini disamping memanaskan badan djuga menambah tenaga dan memperpandjang umur. Mungkin benar djuga, karena usia penduduk disana rata-rata mentjapai 80 sampai 100 tahun. Apakah ballo akan sama mudjarabnja kalau diminum diluar Toradja, masih belum di tjoba.