Butterfly

Jumat, 15 November 2013

TUGAS PERILAKU KONSUMEN “10 KARAKTERISTIK KONSUMEN INDONESIA”

#TUGAS PERILAKU KONSUMEN#
“10 KARAKTERISTIK KONSUMEN INDONESIA”
http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRX_qmkWmSELcIkvcO1I7EvwRnKhv_GrEkYTX_cXyhTMnQLZQsf






NAMA:
YUSNIARI SINAGA (17211693)
FIRDA ANNISA (12211885)
LILIS NAFISAH (14211100)
MONICA JULIANI (14211601)
CHING CHING SELVIA (11211631)
ZEFANYA PUTRI L. (17211727)

KELAS : 3EA27


UNIVERSITAS GUNADARMA – KALIMALANG
TH. 2013/2014


            Berdasarkan data yang berasal dari CIA World Factbook 2004, Indonesia termasuk ke dalam negara yang berkependudukan tingkat ke-4 (keempat) terbesar dunia setelah Amerika Serikat, dengan jumlah ± 241.452.952 jiwa. Meskipun tidak selalu “up to date” namun setidaknya informasi ini cukup akurat. Banyaknya penduduk Indonesia semakin diyakinkan oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Fasli Jalal, yang mengungkapkan bahwa pada 2013 ini diperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan bertambah menjadi 250 juta jiwa (dengan pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun). Para warga Indonesia sejumlah yang dipaparkan di atas, pada konteks ini disebut sebagai para konsumen Indonesia.
            Banyaknya konsumen Indonesia menunjukkan bahwa negara ini membutuhkan banyaknya barang dan/atau jasa yang harus di dipenuhi dalam rangka mencapai kesejahteraan hidupnya masing-masing. Barang-barang yang dibutuhkan tersebut disebut sebagai barang konsumsi. Kebutuhan konsumsi perkepala tidak ada yang sama persis satu dengan yang lain. Semuanya memiliki karakter masing-masing. Hal ini dapat dipengaruhi oleh begitu banyak faktor seperti kondisi perekonomian seseorang, tingkat kebutuhan atau keinginan orang yang berbeda-beda, motivasi seseorang untuk mencapai satu barang dan/atau jasa tertentu, tingkat kepuasaan yang berbeda-beda, dsb.
            Di bawah ini ditemukan 10 (sepuluh) hal yang menjadi karakteristik utama konsumen Indonesia, diantaranya:
1.      Memiliki Pola Pikir Jangka Pendek
Pola pikir adalah cara menilai dan memberikan kesimpulan terhadap sesuatu berdasarkan sudut pandang tertentu. Pola pikir merupakan dasar seseorang akan mengambil keputusan yang dapat berfungsi dalam jangka panjang ataupun jangka pendek.
Konsumen Indonesia dikatakan sebagai kosumen yang berpola pikir jangka pendek, yaitu berpikir hanya berdasarkan satu sudut pandang saja atau biasa disebut dengan sudut pandang  yang kaku. Pola pikir jangka pendek hanya memperhatikan manfaat dalam jangka waktu pendek saja.


Contoh:
a.      Makanan-makanan cepat saji.
Konsumen Indonesia sangat meminati jenis makanan seperti ini, di samping karena sifat makanannya yang instan atau siap saji kapan saja, cara untuk memperolehnya juga begitu mudah.

b.      Membeli pakaian hanya untuk sekali pakai.
Misalnya saat harus menghadiri satu acara yang telah ditentukan code dress nya. Kode pakaian yang diharuskan tadi belum tentu dapat dipakai ke acara lainnya yang sejenis.

2.      Tidak Memiliki Perencanaan
Pengertian perencanaan dalam Manajemen ialah proses mendefinisikan tujuan, membuat strategi untuk mencapai tujuan, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja. Dalam kehidupan sehari-hari, pengertian perencanaan pada konteks konsumsi merupakan cara yang paling efektif untuk mengatur pengeluaran konsumsi sehingga kondisi keuangan stabil. Teknik perencanaan dalam hal ini dapat diwujudkan dengan mulai membuat daftar belanjaan yang dibutuhkan sehingga kebutuhan terpenuhi dan keuangan pun terkontrol. Namun, masih banyak ditemukan bahwa konsumen Indonesia tidak memiliki perencanaan tersebut yang pada akhirnya akan bertanya pada diri sendiri tentang alokasi duit yang dimiliki sejumlah sebelum pengalokasian berjalan.

Contoh: Membeli barang diluar kebutuhan.
              Seseorang yang berbelanja tanpa perencanaan terlebih dulu akan terasa cepat
menghabiskan uangnya karena hal ini sama saja dengan membeli barang yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Disamping itu, barang-barang kebutuhan juga harus tetap terpenuhi demi kesejahteraan kehidupan orang tersebut. Hal ini menjadikannya sebagai pengkonsumsi ganda sehingga banyak menguras kantong.

Adapun akibat yang diperoleh jika konsumen tidak memiliki perencanaan saat akan berbelanja, yaitu:
a.       Tidak Mempunyai tabungan dan tidak mempersiapkan dana darurat dengan baik. Tidak mempersiapkan hari tua dengan baik.
b.      Belanja suatu barang yang nantinya tidak terpakai.
c.       Mengeluarkan uang lebih banyak dari apa yang di rencanakan

3.      Cenderung Berkelompok dan Suka Berkumpul
Konsumen Indonesia yang cenderung berkelompok dan berkumpul,biasanya selalu membuat suatu ramalan  tentang tren ke depan.Mereka akan cenderung semakin individualistik. Sejalan dengan tingkat pendidikan dan kelas sosial yang semakin meningkat, maka konsumen sudah mulai membatasi kehidupannya yang berkelompok. Mereka lebih tidak mudah dipengaruhi oleh perilaku kelompok dalam menentukan produk atau jasa yang akan mereka beli dan gunakan.

Contoh: Perilaku konsumsi kaum sosialita.
Perilaku konsumsi kaum sosialita yang cenderung berkelompok dan berlomba-lomba dalam membeli dan mendapatkan suatu jenis produk yang sama demi mengikuti tren yang sedang ada .

4.      Tidak Adaptif terhadap Teknologi Baru
Dalam jangka panjang, karakter ini akan semakin berlawanan arah. Konsumen Indonesia yang memiliki tingkat pendidikan yang semakin tinggi, sudah pasti akan semakin adaptif terhadap teknologi  tinggi. Penetrasi teknologi tinggi akan semakin cepat. Kelompok early adopter akan semakin besar. Tapi, hal ini akan berlaku untuk generasi yang akan datang. Jadi, paling tidak dibutuhkan 10 tahun lagi untuk melihat konsumen Indonesia yang adaptif terhadap teknologi tinggi seperti konsumen di Singapura.

Contoh: Penggunaan fasilitas M-Banking pada ponsel.
Penggunaan fasilitas M-Banking  yang sudah ada di dalam ponsel,tetapi belum secara maksimal digunakan oleh masyarakat. Hanya sebagian kecil masyarakat yang menggunakannya, sebagian lainnya masih dengan mengunjungi bank bersangkutan untuk melakukan transaksi.

5.      Fokus Pada Konten Bukan Pada Konteks
Menurut Hermawan Kartajaya Konten merupakan dimensi diferensiasi yang menunjuk pada apa value yang dapat ditawarkan dari perusahaan kepada pelanggan. Sedangkan konteks merupakan dimensi yang menunjuk pada cara perusahaan menawarkan value kepada pelanggan. Diferensiasi adalah tindakan merancang satu set perbedaan yang berarti untuk membedakan penawaran perusahaan dari penawaran asing lainnya.

Contoh: Pemilihan penggunaan gadget.
Dalam kasus gadget, konsumen Indonesia lebih memilih menggunakan ANDROID di bandingkan dengan BLACKBERRY, meskipun BLACKBERRY sudah banyak menawarkan promosi yang cukup menarik.

6.      Menyukai Barang -barang Produksi Luar Negeri
Karakteristik perilaku konsumen masyarakat Indonesia yang keenam ini akan semakin kuat di masa mendatang. Hal ini dikarenakan konsumen Indonesia yakin jika harga suatu produk mahal maka kualitas produk tersebut semakin bagus pula dan juga konsumen Indonesia semakin tidak percaya akan kemampuan produk dalam negeri, mereka selalu beranggapan bahwa produk luar negeri memiliki kualitas yang lebih baik di bandingkan dengan produk dalam negri. Selain itu, konsumen Indonesia  mempunyai rasa nasionalisme yang rendah, yang juga akan mendorong  karakter ini di masa mendatang.

Contoh: Pemilihan penggunaan produk.
Konsumen Indonesia lebih banyak memakai produk luar negeri seperti “ZARA” atau “ROXY” dibandingkan dengan merek-merek lokal seperti “DAMN I LOVE INDONESIA” ataupun ”JOGER”.


7.      Semakin Memperhatikan Masalah Religious
Indonesia adalah negara beragama. Konsumen Indonesia menjadi lebih sensitif untuk hal-hal yang berbau keaagamaan. Konsumen akan lebih percaya jika perkataan itu dikemukakan oleh seorang tokoh agama, ulama atau pendeta. Produk dan jasa yang berbau agama semakin lebih banyak digemari.

Contoh: Simbol-simbol Keagamaan.
Seperti yang terjadi sekarang ini, sebagian besar warga Negara Indonesia yang beragama pasti memiliki simbol keagamaannya, untuk dipasang dirumah atau di tempat lainnya, seperti : di dalam mobil, tempat kerja, dsb.
Perilaku ini jelas mendukung masyarakat beragama untuk membeli beberapa benda penunjuk simbol keagamaan mereka masing-masing. Misalnya:
-          Ciri khas rumah seorang Kristen (Katolik):
Memiliki tanda salib; patung Yesus (dan Bunda Maria); penggunaan Rosario; Pohon Natal, dsb.
-          Ciri khas rumah seorang Muslim:
Memajang Tulisan atau kaligrafi Allah (اَللهُ) dan Muhammad (مُحَمَّدٌ) di Dinding; memajang tulisan atau kaligrafi Ayat Kursi; memiliki sajadah untuk alas Sholat; memiliki Alquran

8.      Suka Pamer dan Gengsi.
Kecenderungan manusia adalah ingin dipuji. Konsumen Indonesia yang berasal dari golongan ekonomi menengah ingin dipuji, jika bisa membeli barang yang tidak bisa dibeli orang lain. Konsumen Indonesia dari golongan ekonomi atas, lebih suka membeli barang-barang branded supaya  dipuji dan sebagai prestise karena gengsi.
Menurut Handi Irawan D, ada tiga budaya yang menyebabkan gengsi :
-          Konsumen Indonesia suka bersosialisasi sehingga mendorong orang untuk “pamer”.
-          Budaya feodal yang masih melekat sehingga menciptakan kelas-kelas sosial dan akhirnya terjadi “pemberontakan” untuk cepat naik kelas. ( Kesenjangan Sosial )
-          Masyarakat kita mengukur kesuksesan dengan materi dan jabatan sehingga mendorong untuk saling pamer.

Contoh: Kaum sosialita.
Kaum ini merupakan sekumpulan masyarakat yang perekonomiannya berada di golongan menengah ke atas. Dimana kelompok ini suka membeli barang-barang mewah dan branded, yang kemudian pada pertemuan perkumpulan mereka selanjutnya, mereka akan membicarakan dan menunjukkan barang-barang tersebut dengan alasan bahwa kebiasaan mereka dalam mengkonsumsi barang-barang mewah itu adalah hanya sekedar hobby.

9.      Tidak Banyak Dipengaruhi oleh Budaya Lokal.
Konsumen Indonesia akan semakin memperlihatkan persamaan daripada perbedaaan karena suku dan geografis.  Mobilitas akan semakin meningkat sehingga mereka cepat belajar keragaman di antara konsumen yang lain. Kekuatan produk-produk nasional yang semakin mengkikis kekuatan produk-produk lokal juga menjadi penyebab konsumen Indonesia akan cenderung sama untuk semua daerah dan suku. Globalisasi juga akan mempercepatnya proses persamaan ini terutama untuk segmen anak muda dan affluent. Mereka cenderung tidak banyak dipengaruhi oleh adat-istiadat atau kebiasaaan daerah mereka dalam memilih dan mengkonsumsi suatu produk.

Contoh: Penggunaan produk.
Keanekaragaman budaya dan adat istiadat sudah tidak lagi menjadi alasan dalam memilih dan menggunakan suatu produk. Globalisasi membuat konsumen Indonesia memiliki karakteristik tidak banyak dipengaruhi lagi oleh budaya local

10.  Kurang Mempedulikan Lingkungan
Konsumen Indonesia yang tidak peduli terhadap lingkungan, akan mengalami tren sebaliknya. Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan dan juga tekanan globalisasi, maka kosnumen Indonesia akan semakin memerhatikan lingkungan. Walaupun demikian, saya yakin, prosesnya akan lama. Minimal, dibutuhkan waktu selama 15 hingga 20 tahun untuk menciptakan konsumen Indonesia yang mempunyai kesadaran lingkungan seperti negara-negara yang relatif maju. Mungkin dibutuhkan lebih dari 30 tahun untuk membuat kesadaran terhadap lingkungan seperti konsumen di Amerika. Perubahan iklim adalah isu yang popular di abad 21. Isu tentang lingkungan menjadi penting terkait tentang pemanasan produk. Perusahaan berlomba-lomba untuk ikut andil dalam lingkungan.

Contoh: Produk yang akan diproduksi.
Produk yang akan diproduksi sudah  dirancang supaya sustainable terhadap lingkungan. Lain halnya dengan konsumen luar negeri, konsumen Indonesia masih belum peduli akan  lingkungan.