#TUGAS
PERILAKU KONSUMEN#
“10 KARAKTERISTIK KONSUMEN
INDONESIA”
NAMA:
YUSNIARI SINAGA (17211693)
FIRDA ANNISA (12211885)
LILIS NAFISAH (14211100)
MONICA JULIANI (14211601)
CHING CHING SELVIA (11211631)
ZEFANYA PUTRI L. (17211727)
KELAS : 3EA27
UNIVERSITAS
GUNADARMA – KALIMALANG
TH.
2013/2014
Berdasarkan data yang berasal dari CIA World Factbook 2004, Indonesia termasuk
ke dalam negara yang berkependudukan tingkat ke-4 (keempat) terbesar dunia
setelah Amerika Serikat, dengan jumlah ±
241.452.952
jiwa. Meskipun tidak selalu “up to date” namun setidaknya informasi ini
cukup akurat. Banyaknya penduduk Indonesia semakin diyakinkan oleh Kepala Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Fasli Jalal, yang mengungkapkan bahwa pada 2013 ini diperkirakan
jumlah penduduk Indonesia akan bertambah menjadi 250 juta jiwa (dengan
pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun). Para warga Indonesia sejumlah yang
dipaparkan di atas, pada konteks ini disebut sebagai para konsumen Indonesia.
Banyaknya konsumen Indonesia
menunjukkan bahwa negara ini membutuhkan banyaknya barang dan/atau jasa yang
harus di dipenuhi dalam rangka mencapai kesejahteraan hidupnya masing-masing.
Barang-barang yang dibutuhkan tersebut disebut sebagai barang konsumsi.
Kebutuhan konsumsi perkepala tidak ada yang sama persis satu dengan yang lain.
Semuanya memiliki karakter masing-masing. Hal ini dapat dipengaruhi oleh begitu
banyak faktor seperti kondisi perekonomian seseorang, tingkat kebutuhan atau
keinginan orang yang berbeda-beda, motivasi seseorang untuk mencapai satu
barang dan/atau jasa tertentu, tingkat kepuasaan yang berbeda-beda, dsb.
Di bawah ini ditemukan 10 (sepuluh)
hal yang menjadi karakteristik utama konsumen Indonesia, diantaranya:
1.
Memiliki
Pola Pikir Jangka Pendek
Pola
pikir adalah cara menilai dan memberikan kesimpulan terhadap sesuatu
berdasarkan sudut pandang tertentu. Pola pikir merupakan dasar seseorang akan
mengambil keputusan yang dapat berfungsi dalam jangka panjang ataupun jangka
pendek.
Konsumen
Indonesia dikatakan sebagai kosumen yang berpola pikir jangka pendek, yaitu
berpikir hanya berdasarkan satu sudut pandang saja atau biasa disebut dengan
sudut pandang yang kaku. Pola pikir
jangka pendek hanya memperhatikan manfaat dalam jangka waktu pendek saja.
Contoh:
a.
Makanan-makanan cepat saji.
Konsumen
Indonesia sangat meminati jenis makanan seperti ini, di samping karena sifat
makanannya yang instan atau siap saji kapan saja, cara untuk memperolehnya juga
begitu mudah.
b.
Membeli pakaian hanya untuk sekali
pakai.
Misalnya
saat harus menghadiri satu acara yang telah ditentukan code dress nya. Kode pakaian yang diharuskan tadi belum tentu dapat
dipakai ke acara lainnya yang sejenis.
2.
Tidak
Memiliki Perencanaan
Pengertian perencanaan
dalam Manajemen ialah proses mendefinisikan tujuan,
membuat strategi untuk mencapai tujuan, dan mengembangkan rencana aktivitas
kerja. Dalam kehidupan sehari-hari, pengertian perencanaan pada konteks
konsumsi merupakan cara yang paling efektif untuk mengatur pengeluaran konsumsi
sehingga kondisi keuangan stabil. Teknik perencanaan dalam hal ini dapat
diwujudkan dengan mulai membuat daftar belanjaan yang dibutuhkan sehingga
kebutuhan terpenuhi dan keuangan pun terkontrol. Namun, masih banyak ditemukan
bahwa konsumen Indonesia tidak memiliki perencanaan tersebut yang pada akhirnya
akan bertanya pada diri sendiri tentang alokasi duit yang dimiliki sejumlah
sebelum pengalokasian berjalan.
Contoh: Membeli
barang diluar kebutuhan.
Seseorang
yang berbelanja tanpa perencanaan terlebih dulu akan terasa cepat
menghabiskan
uangnya karena hal ini sama saja dengan membeli barang yang tidak sesuai dengan
kebutuhan hidupnya. Disamping itu, barang-barang kebutuhan juga harus tetap
terpenuhi demi kesejahteraan kehidupan orang tersebut. Hal ini menjadikannya
sebagai pengkonsumsi ganda sehingga banyak menguras kantong.
Adapun
akibat yang diperoleh jika konsumen tidak memiliki perencanaan saat akan
berbelanja, yaitu:
a. Tidak
Mempunyai tabungan dan tidak mempersiapkan dana darurat dengan baik. Tidak
mempersiapkan hari tua dengan baik.
b. Belanja
suatu barang yang nantinya tidak terpakai.
c. Mengeluarkan
uang lebih banyak dari apa yang di rencanakan
3.
Cenderung
Berkelompok dan Suka Berkumpul
Konsumen
Indonesia yang cenderung berkelompok dan berkumpul,biasanya selalu membuat
suatu ramalan tentang tren ke
depan.Mereka akan cenderung semakin individualistik. Sejalan dengan tingkat
pendidikan dan kelas sosial yang semakin meningkat, maka konsumen sudah mulai
membatasi kehidupannya yang berkelompok. Mereka lebih tidak mudah dipengaruhi
oleh perilaku kelompok dalam menentukan produk atau jasa yang akan mereka beli
dan gunakan.
Contoh: Perilaku
konsumsi kaum sosialita.
Perilaku
konsumsi kaum sosialita yang cenderung berkelompok dan
berlomba-lomba dalam membeli dan mendapatkan suatu jenis produk yang sama demi
mengikuti tren yang sedang ada .
4.
Tidak
Adaptif terhadap Teknologi Baru
Dalam
jangka panjang, karakter ini akan semakin berlawanan arah. Konsumen Indonesia
yang memiliki tingkat pendidikan yang semakin tinggi, sudah pasti akan semakin
adaptif terhadap teknologi tinggi. Penetrasi teknologi tinggi akan
semakin cepat. Kelompok early adopter akan semakin besar. Tapi, hal
ini akan berlaku untuk generasi yang akan datang. Jadi, paling tidak dibutuhkan
10 tahun lagi untuk melihat konsumen Indonesia yang adaptif terhadap teknologi
tinggi seperti konsumen di Singapura.
Contoh:
Penggunaan
fasilitas M-Banking pada ponsel.
Penggunaan fasilitas
M-Banking yang sudah ada di dalam
ponsel,tetapi belum secara maksimal digunakan oleh masyarakat. Hanya sebagian
kecil masyarakat yang menggunakannya, sebagian lainnya masih dengan mengunjungi
bank bersangkutan untuk melakukan transaksi.
5.
Fokus
Pada Konten Bukan Pada Konteks
Menurut
Hermawan Kartajaya Konten merupakan dimensi diferensiasi yang menunjuk pada apa
value yang dapat ditawarkan dari perusahaan kepada pelanggan. Sedangkan konteks
merupakan dimensi yang menunjuk pada cara perusahaan menawarkan value kepada
pelanggan. Diferensiasi adalah tindakan merancang satu set perbedaan yang
berarti untuk membedakan penawaran perusahaan dari penawaran asing lainnya.
Contoh:
Pemilihan
penggunaan gadget.
Dalam kasus gadget, konsumen
Indonesia lebih memilih menggunakan ANDROID di bandingkan dengan BLACKBERRY,
meskipun BLACKBERRY sudah banyak menawarkan promosi yang cukup menarik.
6.
Menyukai
Barang -barang Produksi Luar Negeri
Karakteristik
perilaku konsumen masyarakat Indonesia yang keenam ini akan semakin kuat di
masa mendatang. Hal ini dikarenakan konsumen Indonesia yakin jika harga suatu
produk mahal maka kualitas produk tersebut semakin bagus pula dan juga konsumen
Indonesia semakin tidak percaya akan kemampuan produk dalam negeri, mereka
selalu beranggapan bahwa produk luar negeri memiliki kualitas yang lebih baik
di bandingkan dengan produk dalam negri. Selain itu, konsumen Indonesia mempunyai rasa nasionalisme yang rendah, yang
juga akan mendorong karakter ini di masa
mendatang.
Contoh:
Pemilihan
penggunaan produk.
Konsumen Indonesia
lebih banyak memakai produk luar negeri seperti “ZARA” atau “ROXY” dibandingkan
dengan merek-merek lokal seperti “DAMN I LOVE INDONESIA” ataupun ”JOGER”.
7.
Semakin
Memperhatikan Masalah Religious
Indonesia
adalah negara beragama. Konsumen Indonesia menjadi lebih sensitif untuk hal-hal
yang berbau keaagamaan. Konsumen akan lebih percaya jika
perkataan itu dikemukakan oleh seorang tokoh agama, ulama atau pendeta. Produk dan
jasa yang berbau agama semakin lebih banyak digemari.
Contoh: Simbol-simbol Keagamaan.
Seperti yang terjadi sekarang ini, sebagian besar warga
Negara Indonesia yang beragama pasti memiliki simbol keagamaannya, untuk
dipasang dirumah atau di tempat lainnya, seperti : di dalam mobil, tempat
kerja, dsb.
Perilaku ini jelas mendukung masyarakat beragama untuk
membeli beberapa benda penunjuk simbol keagamaan mereka masing-masing.
Misalnya:
-
Ciri
khas rumah seorang Kristen (Katolik):
Memiliki tanda salib; patung Yesus (dan Bunda Maria); penggunaan
Rosario; Pohon Natal, dsb.
-
Ciri
khas rumah seorang Muslim:
Memajang
Tulisan atau kaligrafi Allah (اَللهُ) dan Muhammad (مُحَمَّدٌ)
di Dinding; memajang
tulisan atau kaligrafi Ayat Kursi; memiliki sajadah untuk alas Sholat; memiliki
Alquran
8.
Suka
Pamer dan Gengsi.
Kecenderungan
manusia adalah ingin dipuji. Konsumen Indonesia yang berasal dari golongan
ekonomi menengah ingin dipuji, jika bisa membeli barang yang tidak bisa dibeli
orang lain. Konsumen Indonesia dari golongan ekonomi atas, lebih suka membeli
barang-barang branded supaya dipuji dan sebagai prestise
karena gengsi.
Menurut Handi Irawan
D, ada tiga budaya yang menyebabkan gengsi :
-
Konsumen Indonesia suka bersosialisasi
sehingga mendorong orang untuk “pamer”.
-
Budaya feodal yang masih melekat
sehingga menciptakan kelas-kelas sosial dan akhirnya terjadi “pemberontakan”
untuk cepat naik kelas. ( Kesenjangan Sosial )
-
Masyarakat kita mengukur kesuksesan dengan
materi dan jabatan sehingga mendorong untuk saling pamer.
Contoh: Kaum
sosialita.
Kaum ini merupakan sekumpulan masyarakat yang
perekonomiannya berada di golongan menengah ke atas. Dimana kelompok ini suka
membeli barang-barang mewah dan branded,
yang kemudian pada pertemuan perkumpulan mereka selanjutnya, mereka akan
membicarakan dan menunjukkan barang-barang tersebut dengan alasan bahwa
kebiasaan mereka dalam mengkonsumsi barang-barang mewah itu adalah hanya
sekedar hobby.
9.
Tidak
Banyak Dipengaruhi oleh Budaya Lokal.
Konsumen
Indonesia akan semakin memperlihatkan persamaan daripada perbedaaan karena suku
dan geografis. Mobilitas akan semakin meningkat sehingga mereka cepat
belajar keragaman di antara konsumen yang lain. Kekuatan produk-produk nasional
yang semakin mengkikis kekuatan produk-produk lokal juga menjadi penyebab
konsumen Indonesia akan cenderung sama untuk semua daerah dan suku. Globalisasi
juga akan mempercepatnya proses persamaan ini terutama untuk segmen anak muda
dan affluent. Mereka cenderung tidak banyak dipengaruhi oleh adat-istiadat
atau kebiasaaan daerah mereka dalam memilih dan mengkonsumsi suatu produk.
Contoh:
Penggunaan
produk.
Keanekaragaman budaya
dan adat istiadat sudah tidak lagi menjadi alasan dalam memilih dan menggunakan
suatu produk. Globalisasi membuat konsumen Indonesia memiliki karakteristik
tidak banyak dipengaruhi lagi oleh budaya local
10. Kurang Mempedulikan Lingkungan
Konsumen
Indonesia yang tidak peduli terhadap lingkungan, akan mengalami tren
sebaliknya. Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan dan juga tekanan
globalisasi, maka kosnumen Indonesia akan semakin memerhatikan lingkungan.
Walaupun demikian, saya yakin, prosesnya akan lama. Minimal, dibutuhkan waktu
selama 15 hingga 20 tahun untuk menciptakan konsumen Indonesia yang mempunyai
kesadaran lingkungan seperti negara-negara yang relatif maju. Mungkin
dibutuhkan lebih dari 30 tahun untuk membuat kesadaran terhadap lingkungan
seperti konsumen di Amerika. Perubahan iklim adalah isu yang popular di abad
21. Isu tentang lingkungan menjadi penting terkait tentang pemanasan produk.
Perusahaan berlomba-lomba untuk ikut andil dalam lingkungan.
Contoh:
Produk
yang akan diproduksi.
Produk yang akan
diproduksi sudah dirancang supaya sustainable terhadap lingkungan. Lain
halnya dengan konsumen luar negeri, konsumen Indonesia masih belum peduli
akan lingkungan.