Komputer.
Beban kerja yang banyak tidak
jarang membuat kita terpaksa membawa pekerjaan ke rumah. Hasilnya, waktu yang
bisa kita gunakan untuk berisitirahat dan bercengkrama bersama keluarga hilang,
malah kita habiskan dengan kembali di depan laptop. Riset terbaru menujukkan,
saat berada di depan komputer, lengan dan bahu kita langsung jadi tegang dan
deru napas pun lebih cepat.
Kamar tidur.
Seharusnya, ruang ini merupakan
tempat paling pas untuk kita beristirahat. Oleh karena itu, kita harus bisa
menciptakan kamar tidur yang senyaman mungkin. Jangan biasakan untuk meletakkan
pakaian bekas di atas tempat tidur, membiarkan buku dan barang-barang
lain berserakan di atas meja samping tempat tidur. Kondisi rumah yang
berantakan akan menjadi salah satu faktor yang membuat kita sulit bahagia,
hingga akhirnya berujung depresi. Dibanding membiarkannya terus menumpuk dan
membuat kita semakin malas membereskannya, maka biasakan untuk membuat kamar
tidur kita selalu dalam kondisi rapi dan bersih.
Sahabat kecil.
Sejatinya memiliki binatang
peliharaan akan membuat hidup kita lebih berwarna dan bahagia. Tapi tidak,
ketika sahabat kecil kita sudah mulai ‘bertingkah’ hingga mengganggu pola tidur
kita, membuat rumah berantakan, dan menggonggong setiap malam. Segeralah bawa
ke dokter hewan. Karena itu bisa menjadi pertanda ada yang bermasalah denggan
tubuh hewan peliharaan kita, yang membuatnya gelisah. Atau, kita bisa menyewa
pelatih anjing yang bisa mengajari piaraan kita untuk bersikap lebih baik. (Christina/Astrid
Anastasia)
PRIA KURUS RENTAN BUNUH DIRI
Keinginan bunuh diri memang bisa
muncul pada siapa saja, terutama mereka yang mengalami depresi. Namun dalam
sebuah studi yang dilakukan di Swedia terungkap bahwa pria bertubuh kurus punya
kecenderungan bunuh diri lebih besar dibanding pria yang tubuhnya lebih berisi.
Setelah menganalisa catatan medis
18.277 pria yang melakukan bunuh diri, para peneliti dari Swedia menemukan
bahwa pria yang kurus justru 12 persen lebih banyak yang melakukan bunuh diri
dibanding pria yang bobot tubuhnya rata-rata atau pria yang kegemukan.
Penelitian yang dipublikasikan
dalam American Journal of Epidemiology ini selaras dengan hasil studi
sebelumnya yang menemukan kaitan antara indeks
massa tubuh dengan risiko bunuh diri.
Dr.Finn Rasmussen dari Karolinska
Institute di Stockholm mengatakan belum diketahui alasan pasti dari
kecenderungan bunuh diri pria kurus, namun ia menduga hal itu berkaitan dengan
insulin yang memang berpengaruh pada hormon serotonin yang bisa memengaruhi
mood seseorang.
"Keinginan bunuh diri
meningkat seiring dengan naiknya sensitivitas insulin, termasuk juga dengan
rendahnya nilai BMI," kata Rasmussen. Ia menambahkan, pria yang berat
badannya kurus mungkin juga menderita akibat imej diri yang buruk karena fisik
yang kecil sering dikaitkan dengan pria lemah.
AKUI PEKERJAAN YANG BIKIN STRES
Siapa pun pasti merasakan adanya
tekanan dalam bekerja. Bahkan, stres sudah menjadi "makanan"
sehari-hari para pekerja, terutama bagi mereka yang bertipe pekerja keras dan
sibuk dengan peraihan prestasi. Namun ada fakta menarik bahwa sebagian besar
pekerja tidak mau mengakui bahwa mereka stres.
Dalam sebuah penelitian mengenai
kesehatan mental, diketahui bahwa 1 dari 5 pekerja mengambil cuti sakit karena
stres. Namun, mayoritas pekerja itu tidak mau mengakui bahwa mereka sebenarnya
butuh jeda karena stres.
Alasan favorit yang mereka
ungkapkan kepada atasan dan rekan kerja adalah gangguan pencernaan, pusing,
atau minta izin cuti karena ada keluarga yang sakit. Menurut penelitian yang
dilakukan di Inggris tersebut, para pekerja rupanya masih menganggap tabu untuk
mengakui tekanan pekerjaan membuat stres. Mereka malah ingin menyembunyikan
stres yang dirasakan itu dari atasan.
Sebanyak 7 dari 10 pekerja yang
disurvei mengatakan mereka "curhat" kepada rekan kerja mengenai
tekanan pekerjaan. Namun, sepertiganya menjawab lebih suka jika atasan mereka
mengambil langkah lebih dulu jika melihat bawahannya terlihat stres.
Studi-studi menunjukkan bahwa
stres yang dibiarkan bisa melemahkan sistem pertahanan tubuh kita sehingga kita mudah sakit. Penelitian para ahli dari
Royal College of Psychiatrist mengungkapkan, para pemilik bisnis mengalami
kerugian 8,4 miliar poundsterling (sekitar Rp 115 triliun) per tahun karena
absennya para pekerja yang diakibatkan gangguan stres.
Menurut Paul Farmer, Direktur
Mind, perusahaan riset, kebanyakan orang tidak
mampu mengelola stres yang dia rasakan di tempat kerja. "Fakta bahwa
kebanyakan orang tidak mau mengakui stresnya dan tidak mencari solusi harus
menjadi perhatian para pemilik bisnis," katanya.
Ia menambahkan, bila seseorang
tidak mau mengakui tekanan yang dia alami, masalahnya akan terus menumpuk dan
menjadi bola salju. "Hal ini akan menyebabkan rendahnya produktivitas dan
tingginya angka cuti karena sakit," paparnya.
Stres yang dibiarkan juga akan
membuat seseorang mudah marah, letih, dan tidak produktif. "Mengakui kita
stres karena beban kerja masih tabu bagi banyak orang. Namun, berpura-pura
tidak ada masalah justru akan membuatnya bertambah buruk," katanya.
PENYAKIT YANG TIMBUL AKIBAT STRES
Stres pada dasarnya merupakan
proses normal tubuh dalam mengatasi ancaman emosional maupun tantangan. Respon
terhadap stres berfungsi melindungi organ tubuh dan bisa meningkatkan ketahanan
fisik. Namun stres yang berkepanjangan bisa berakibat fatal.
Stres yang berlangsung terus
menerus, semisal tekanan kerja, rasa kesal karena macet atau pertengkaran
dengan orang lain, menjadi stresor kronik, mekanisme fight orflight (respon lawan atau lari) yang
harusnya bersifat sementara menjadi terus menerus ada. Ketegangan
berkepanjangan ini bisa menghasilkan kondisi-kondisi yang menganggu kesehatan.
Kesuburan terganggu
Hal ini tentu menjadi kabar buruk
bagi pasangan yang sedang menanti buah hati. Penelitian menunjukkan hormon
stres akan mengganggu produksi testosteron sehingga jumlah sel sperma yang
dihasilkan berkurang. Padahal, agar terjadi pembuahan kualitas dan jumlah sel
sperma harus terjaga.
Kabar baiknya adalah penurunan
jumlah sperma ini bisa dikoreksi bila Anda segera mengatasi stres yang
dialaminya. Bila Anda sedang dalam program untuk hamil, lakukan kegiatan
olahraga dan rileksasi untuk mengurangi kadar stres.
Gangguan kulit
Kondisi kulit dan stres bagaikan
dua sahabat karib. Stres bisa memicu gangguan keseimbangan lemak di bagian
epidermis kulit sehingga mudah terjadi infeksi bakteri. Beberapa penelitian
menunjukkan kaitan antara penyakit kulit, seperti eksim dan psoriasis dengan
stres.
Obesitas
Sebagian besar orang dewasa yang
menderita obesitas adalah orang-orang yang stres. Menyantap makanan sering
menjadi pelarian dari emosi yang dirasakan, akibatnya berat badan terus
melambung. Stres juga bisa membuat perut lebih cepat terasa lapar, bahkan tak
lama setelah menghabiskan satu piring makanan.
Memicu asma
Meski serangan asma terjadi
secara mendadak, namun sebenarnya lebih sering terjadi dalam situasi penuh
ketegangan. Ketegangan dan serangan panik juga bisa menyebabkan sesak napas dan
memperburuk serangan asma.
Penyakit autoimun
Mekanisme fight or flight respon saat tubuh merasakan
adanya ancaman sebenarnya salah satu sistem pertahanan terbaik bagi tubuh
karena membuat kita lebih siaga, gesit dan menaikkan kecepatan reaksi.
Sayangnya tubuh kita tidak mampu mengenali perbedaan ancaman fisik dan mental.
Penelitian menunjukkan stres akan
mengurangi keampuhan sistem kekebalan kita. Apa sebabnya? Stres membuat
ketidakseimbangan pada sistem imun karena sel-sel penjaga keamanan dalam darah
kita menjadi lesu sehingga virus yang menyerang akan mengalahkan kita tanpa
perlawanan.
Hipertensi dan penyakit jantung
Kaitan antara stres kronik dengan
penyakit jantung bisa dilihat pada hasil studi mengenai pasangan yang menikah.
Para lajang secara statistik lebih cepat meninggal daripada orang yang menikah
karena mereka tidak memiliki dukungan emosi.
Keadaan tertekan atau stres juga
dapat memicu peningkatan hormon adrenalin dan kortisol, membuat orang memiliki
kebiasaan makan kurang baik, merokok, dan berhenti berolahraga. Jika tidak
ditanggulangi berpotensi menjadi faktor risiko hipertensi.
Migren dan sakit kepala
aat stres pembuluh darah di area
kepala akan melebar sebagai akibat ketidakseimbangan zat-zat kimia.
Ketidakseimbangan ini akan memicu rasa sakit dan timbulah migren.
Sumber: Kompas.com