Butterfly

Jumat, 20 Juli 2012

Shodo, Sebuah Keindahan Seni Kaligrafi Jepang


Seni tulisan indah dengan menggunakan kuas dan tinta hitam atau yang kita kenal dengan istilah kaligrafi sudah ada sejak dahulu kala. Diperkirakan kaligrafi pertama kali dikembangkan di China pada Abad ke 7 dan disebarkan pertama kali ke Jepang melalui penyebaran agama Budha pada saat itu.

Di Jepang seni kaligrafi di sebut Shodo, yang berasal dari huruf kanji kaku (menulis) dan michi (cara). Meskipun shodo termasuk kebudayaan yang cukup kuno, namun orang Jepang masih mempertahankan kebudayaan itu. Hal ini terbukti hingga saat ini masih banyak orang yang tertarik untuk mempelajarinya, bahkan di sekolah-sekolahnya para murid diajarkan shodo.

Shodo sangat memperhatikan keseimbangan bentuk tulisan, tarikan garis, tebal tipisnya garis hingga irama tulisan. Keindahan kaligrafi ini tentunya tidak lepas dari peralatan yang digunakan.

Dalam membuat shodo ada 6 jenis peralatan utama yang biasa digunakan. Yang pertama adalah shitajiki, berupa tatakan / alas untuk menulis. Alas ini biasanya berbahan semacam kain flannel yang permukaannya lembut dan berwarna hitam.

Kedua adalah bunchin atau pemberat kertas berbentuk balok yang terbuat dari besi. Peralatan yang lainnya yaitu kertas untuk menulis. Kertas yang digunakan bukan sembarang kertas, melainkan kertas yang tipis dan ringan, namun tahan lama dan mampu menyerap tinta dengan baik.

Kertas khusus ini dikenal dengan hanshi, berupa kertas dengan dua permukaan yang berbeda, dimana sebelah permukaannya kasar, sedangkan permukaan yang sebaliknya halus. Bagian yang halus inilah yang dipakai untuk menulis kaligrafi.

Ukuran hanshi pada umumnya berkisar antara 24 x 32,5 hingga 25 x 35 cm. selanjutnya fude, sejenis kuas untuk menggambar kaligrafi. Fude memiliki berbagai macam bentuk, mulai dari yang kecil hingga yang besar.



Fude ukuran besar biasanya digunakan uintuk mmbuat tulisan, sedangkan yang kecil digunakan untuk membubuhkan tanda tangan si pembuat kialigrafi. Batang fude terbuat dari bambu atau kayu pohon, sedangkan bulunya terbuat dari bulu hewan, seperti domba, musang, rakun, rusa, bahkan ekor kuda.

Bulu itu kemudian diikat dan ditempelkan pada fude. Rapih tidaknya ikatan bulu fude sangat mempengaruhi tekstur tulisan. Tidak hanya fude saja, tetapi tinta yang dipakai juga mempengaruhi hasil tulisan.

Tinta yang dipakai biasanya berupa tinta botolan. Namun, agar hasil tulisan maksimal, biasanya digunakan sumi, berupa tinta yang dipadatkan. Cara mencairkan sumi yaitu dengan menambahkan air lalu menggosok-gisokkan sumi dalam wadah besi yang disebut suzuri.

Sebelum membuat sodho, keenam perlengkapan itu ditata sesuai aturan. Hanshi diletakkan di atas shitajiki, kemudian dibagian atasnya diberi pemberat bunchin agar tidak bergeser ataupun tertiup angin. Sedangkan suzuri yang sudah berisi tinta sumi diletakkan di sebelah kanan bersama dengan fude.

Kadang-kadang fude juga diletakkan di atas fudeoki yang mirip kotak kecil untuk menyimpan sumpit. Sedangkan cara memakai fude yaitu dengan menggenggam bagian tengah fude.

Pada saat mencoretkan fude pada hanshi, fude diarahkan tegak lurus, pergelangan tangan dan siku tidak boleh menyentuh meja. Kerumitan yang muncul dalam proses pembuatan pada akhirnya akan menghadirkan sebuah karya seni yang tidak ternilai oleh apapun.

http://forum.viva.co.id/sosial-dan-budaya/434548-shodo-sebuah-keindahan-seni-kaligrafi-jepang.html