Setiap unsur kebudayaan mengandung simbol yang sarat dengan makna denotasi dan pragmatis, yang saling berhubungan satu dengan lainnya dan dipraktikkan oleh unit sosial masyarakat tertentu dalam dimensi ruang dan waktu tertentu. Demikian halnya kebudayaan Toraja yang bersifat kompleks.
Kompleksitasnya itu ditandai dengan berbagai unsur seperti agama Alukta, upacara-upacara yang sarat makna, sistem pengetahuan, organisasi sosial, pertanian dan sebagainya. Simbol-simbol dari unsur kebudayaan masyarakat Toraja yang sarat dengan makna perlu untuk dikembangkan dan terus dipupuk sebagai perekat integrasi sosial masyarakat Toraja yang memiliki ciri dan keunikan dalam budayanya.
Kemajemukan masyarakat Toraja dapat dilihat adanya kelompok masyarakat di samping menganut falsafah Toraja, juga sudah menganut agama yang lain dari Alukta (agama leluhur). Kemajemukan pada tingkat ini semakin menjadi rumit oleh terdapatnya stratifikasi sosial tradisional yang cukup berpengaruh di beberapa tempat. Dengan demikian terdapat pula lapisan-lapisan budaya yang saling berinteraksi yang didukung oleh berbagai unit sosial masyarakat yang mempraktikkan budaya ini dengan maksud, rencana dan motivasi-motivasi tertentu. Hal inilah yang dapat menyebabkan konflik internal.
Di saat seperti inilah kembali dirindukannya sosok Lakipapa yang dapat mengembalikan dimensi ide dan cara berpikir masyarakat Toraja sebagai suatu entitas dan proses akal yang meliputi seluruh konsep, proposisi, sistem nilai yang dibagi bersama untuk masyarakat Toraja, dan bagaimana sikap-sikap dan cara menanganinya. Nilai-nilai tersebut yang bersifat abstrak perlu dieksternalisasikan ke dalam bentuk-bentuk budaya yang dicapai dan dimengerti oleh masyarakat Toraja pada umumnya. Hasil itu kemudian didistribusikan secara sosial dengan cara bagaimana makna budaya kolektif tersebut dan bentuk-bentuk eksternal yang sarat dengan makna tersebar di masyarakat luas dan bagaimana hubungan antara satu dengan yang lainnya.
Sekiranya ini dapat terwujud, maka kemungkinan besar ditemukan masyarakat Toraja yang saling berinteraksi dan membentuk suatu identitas ke-Toraja-an. Suatu identitas yang dapat menunjang integrasi nasional.
Budaya Toraja yang berkembang dari Aluk Todolo-Alukta (agama dan kepercayaan) mengandung makna yang luar biasa. Misalnya dalam upacara kematian (death ritual) dan syukuran (life ritual). Meskipun sebagian masyarakat menganggap upacara tersebut memakan biaya yang begitu tinggi (mahal), jauh lebih rumit dan menakutkan, namun jika ditilik dari segi dampak, secara sosial ekonomis, memberikan sesuatu makna minimal semangat kebersamaan. Misalnya, membangun Lantang secara bersama-sama dan tidak digaji, cukup dengan menyiapkan makanan dengan lauk dan setelah upacara mereka diberikan atau dibagikan daging kerbau yang dipotong.
Banyak keluarga dan handai tolan dari keluarga yang berduka untuk meluangkan waktunya berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Ada yang datang dengan rombongan menunjukkan simpatinya membawa sumbangan baik berupa kerbau, babi, tuak, gula atau rokok. Rombongan-rombongan tersebut dijamu sebagai tamu kehormatan.
Memang, kegiatan ini memakan biaya yang begitu besar. Akan tetapi, jika dilihat dari segi makro yaitu dari sisi masyarakat secara keseluruhan, ternyata upacara tersebut memberikan sumbangan yang menguntungkan bagi perekonomian masyarakat Toraja, sebab secara teoritis, pengeluaran seseorang yang besar akan menjadi pendapatan bagi orang lain. Hal ini berarti jumlah pengeluaran bagi penyelenggara upacara, merupakan pendapatan yang besar bagi kelompok masyarakat lainnya. Di samping itu, juga menopang sektor pariwisata.
Dalam membangun masyarakat Toraja, perlu memperhatikan aspek budayanya. Sebab nilai-nilai luhur yang muncul dalam tatanan simbol, mengandung makna yang dapat menunjang integrasi sosial seperti nilai keagamaan, nilai kemasyarakatan dan nilai yang berkaitan dengan manusia Toraja sebagai pencipta karya.
Manusia Toraja baru menjadi manusia sebenarnya (Tau Tongen) apabila dalam kehidupannya ia mampu dan berhasil melaksanakan upacara kehidupan (aluk rampe matallo) dan upacara kematian (aluk rampe matampu) mulai dari pelaksanaan aluk yang paling rendah sampai ke aluk yang lebih tinggi (bua). Dalam hal ini, perlu diketahui bahwa manusia Toraja adalah manusia yang religius.
Nilai tongkonan, misalnya menyimbolkan tentang pandangan orang Toraja tentang apa hakekat masyarakat di mana simbol ini lebih banyak berbicara mengenai hubungan sosial dalam masyarakat yaitu hubungan kekerabatan dan perkawinan, dan hubungan sosial lainnya baik secara horisontal maupun vertikal. Hubungan-hubungan tersebut dilandasi oleh tekad persatuan dan kesatuan, serta semangat kegotongroyongan. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan-ungkapan masyarakat Toraja, di antaranya sipadiong lisunna pala, sipolan se?ponna kalepak, setia sekata, saling menghormati, saling melindungi satu sama lain. Misa' kada dipotuo pantan kad dipomate, bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
Makna simbol tersebut dikaitkan dengan pembangunan masyarakat Toraja adalah pondasi yang sangat kuat, terutama keterpaduan antara agama dan masyarakat, bahwa dalam pandangan budaya Toraja, mustahil memikirkan masyarakat tanpa agama dan demikian pula sebaliknya.
Toraja dengan Tongkonannnya, merupakan suatu karya seni yang melambangkan bahwa manusia-manusia Toraja memiliki etos kerja. Tongkonan hanya dihasilkan oleh orang-orang yang mau bekerja keras, sebagaimana salah satu ciri orang Toraja yang ulet dan giat berusaha, etos kerja yang tinggi, inovatif kreatif, keharmonisan. Tongkonan mengandung makna keharmonisan di mana dalam berbagai aspek tergambar keharmonisan kosmos, ritus syukuran dan ritus kematian, hubungan sosial, semuanya ini tergambar dalam pranata tongkonan. Di samping itu, simbol kejujuran dan keikhlasan, yang tampak dalam tekad persatuan dan kesatuan, kegotongroyongan dan kekeluargaan yang sangat tampak dalam setiap pelaksanaan upacara.
Semangat atau spirit budaya Toraja itulah yang penting untuk menopang pembangunan masyarakat di Toraja, khususnya dalam pengambilan kebijakan pembangunan masyarakat Toraja. Dalam hal ini, Toraja yang melekat dengan budaya, Toraja dengan semangat kegotongroyongan, Toraja dengan semangat dan etos kerja yang tinggi, Toraja dengan inovasi dan kreativitasnya, Toraja dengan kehidupan masyarakat yang harmonis, penuh kejujuran dan keikhlasan, sebagaimana tergambar dalam upacara-upacara yang begitu bermakna. Tongkonan janganlah menjadi tontonan saja, tetapi simbol dan makna tongkonan memberikan semangat dan jati diri bagi masyarakat Toraja untuk terus maju.
Toraja dapat dibangun dengan kebersamaan, etos kerja, inovasi dan kreativitas, keharmonisan yang dilandasi oleh semangat kegotongroyongan yang bersimbol dari makna-makna budaya masyarakat Toraja. Toraja teruslah maju, selamat Hari Ulang Tahun bagi masyarakat Toraja, semoga cita-cita dan usaha kerja keras membawa kepada masyarakat Toraja yang maju dan sukses selalu. Sekali lagi, selamat hari ulang tahun Pemerintah Kabupatan Tana Toraja.
Sumber :Kompas
Kompleksitasnya itu ditandai dengan berbagai unsur seperti agama Alukta, upacara-upacara yang sarat makna, sistem pengetahuan, organisasi sosial, pertanian dan sebagainya. Simbol-simbol dari unsur kebudayaan masyarakat Toraja yang sarat dengan makna perlu untuk dikembangkan dan terus dipupuk sebagai perekat integrasi sosial masyarakat Toraja yang memiliki ciri dan keunikan dalam budayanya.
Kemajemukan masyarakat Toraja dapat dilihat adanya kelompok masyarakat di samping menganut falsafah Toraja, juga sudah menganut agama yang lain dari Alukta (agama leluhur). Kemajemukan pada tingkat ini semakin menjadi rumit oleh terdapatnya stratifikasi sosial tradisional yang cukup berpengaruh di beberapa tempat. Dengan demikian terdapat pula lapisan-lapisan budaya yang saling berinteraksi yang didukung oleh berbagai unit sosial masyarakat yang mempraktikkan budaya ini dengan maksud, rencana dan motivasi-motivasi tertentu. Hal inilah yang dapat menyebabkan konflik internal.
Di saat seperti inilah kembali dirindukannya sosok Lakipapa yang dapat mengembalikan dimensi ide dan cara berpikir masyarakat Toraja sebagai suatu entitas dan proses akal yang meliputi seluruh konsep, proposisi, sistem nilai yang dibagi bersama untuk masyarakat Toraja, dan bagaimana sikap-sikap dan cara menanganinya. Nilai-nilai tersebut yang bersifat abstrak perlu dieksternalisasikan ke dalam bentuk-bentuk budaya yang dicapai dan dimengerti oleh masyarakat Toraja pada umumnya. Hasil itu kemudian didistribusikan secara sosial dengan cara bagaimana makna budaya kolektif tersebut dan bentuk-bentuk eksternal yang sarat dengan makna tersebar di masyarakat luas dan bagaimana hubungan antara satu dengan yang lainnya.
Sekiranya ini dapat terwujud, maka kemungkinan besar ditemukan masyarakat Toraja yang saling berinteraksi dan membentuk suatu identitas ke-Toraja-an. Suatu identitas yang dapat menunjang integrasi nasional.
Budaya Toraja yang berkembang dari Aluk Todolo-Alukta (agama dan kepercayaan) mengandung makna yang luar biasa. Misalnya dalam upacara kematian (death ritual) dan syukuran (life ritual). Meskipun sebagian masyarakat menganggap upacara tersebut memakan biaya yang begitu tinggi (mahal), jauh lebih rumit dan menakutkan, namun jika ditilik dari segi dampak, secara sosial ekonomis, memberikan sesuatu makna minimal semangat kebersamaan. Misalnya, membangun Lantang secara bersama-sama dan tidak digaji, cukup dengan menyiapkan makanan dengan lauk dan setelah upacara mereka diberikan atau dibagikan daging kerbau yang dipotong.
Banyak keluarga dan handai tolan dari keluarga yang berduka untuk meluangkan waktunya berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Ada yang datang dengan rombongan menunjukkan simpatinya membawa sumbangan baik berupa kerbau, babi, tuak, gula atau rokok. Rombongan-rombongan tersebut dijamu sebagai tamu kehormatan.
Memang, kegiatan ini memakan biaya yang begitu besar. Akan tetapi, jika dilihat dari segi makro yaitu dari sisi masyarakat secara keseluruhan, ternyata upacara tersebut memberikan sumbangan yang menguntungkan bagi perekonomian masyarakat Toraja, sebab secara teoritis, pengeluaran seseorang yang besar akan menjadi pendapatan bagi orang lain. Hal ini berarti jumlah pengeluaran bagi penyelenggara upacara, merupakan pendapatan yang besar bagi kelompok masyarakat lainnya. Di samping itu, juga menopang sektor pariwisata.
Dalam membangun masyarakat Toraja, perlu memperhatikan aspek budayanya. Sebab nilai-nilai luhur yang muncul dalam tatanan simbol, mengandung makna yang dapat menunjang integrasi sosial seperti nilai keagamaan, nilai kemasyarakatan dan nilai yang berkaitan dengan manusia Toraja sebagai pencipta karya.
Manusia Toraja baru menjadi manusia sebenarnya (Tau Tongen) apabila dalam kehidupannya ia mampu dan berhasil melaksanakan upacara kehidupan (aluk rampe matallo) dan upacara kematian (aluk rampe matampu) mulai dari pelaksanaan aluk yang paling rendah sampai ke aluk yang lebih tinggi (bua). Dalam hal ini, perlu diketahui bahwa manusia Toraja adalah manusia yang religius.
Nilai tongkonan, misalnya menyimbolkan tentang pandangan orang Toraja tentang apa hakekat masyarakat di mana simbol ini lebih banyak berbicara mengenai hubungan sosial dalam masyarakat yaitu hubungan kekerabatan dan perkawinan, dan hubungan sosial lainnya baik secara horisontal maupun vertikal. Hubungan-hubungan tersebut dilandasi oleh tekad persatuan dan kesatuan, serta semangat kegotongroyongan. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan-ungkapan masyarakat Toraja, di antaranya sipadiong lisunna pala, sipolan se?ponna kalepak, setia sekata, saling menghormati, saling melindungi satu sama lain. Misa' kada dipotuo pantan kad dipomate, bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
Makna simbol tersebut dikaitkan dengan pembangunan masyarakat Toraja adalah pondasi yang sangat kuat, terutama keterpaduan antara agama dan masyarakat, bahwa dalam pandangan budaya Toraja, mustahil memikirkan masyarakat tanpa agama dan demikian pula sebaliknya.
Toraja dengan Tongkonannnya, merupakan suatu karya seni yang melambangkan bahwa manusia-manusia Toraja memiliki etos kerja. Tongkonan hanya dihasilkan oleh orang-orang yang mau bekerja keras, sebagaimana salah satu ciri orang Toraja yang ulet dan giat berusaha, etos kerja yang tinggi, inovatif kreatif, keharmonisan. Tongkonan mengandung makna keharmonisan di mana dalam berbagai aspek tergambar keharmonisan kosmos, ritus syukuran dan ritus kematian, hubungan sosial, semuanya ini tergambar dalam pranata tongkonan. Di samping itu, simbol kejujuran dan keikhlasan, yang tampak dalam tekad persatuan dan kesatuan, kegotongroyongan dan kekeluargaan yang sangat tampak dalam setiap pelaksanaan upacara.
Semangat atau spirit budaya Toraja itulah yang penting untuk menopang pembangunan masyarakat di Toraja, khususnya dalam pengambilan kebijakan pembangunan masyarakat Toraja. Dalam hal ini, Toraja yang melekat dengan budaya, Toraja dengan semangat kegotongroyongan, Toraja dengan semangat dan etos kerja yang tinggi, Toraja dengan inovasi dan kreativitasnya, Toraja dengan kehidupan masyarakat yang harmonis, penuh kejujuran dan keikhlasan, sebagaimana tergambar dalam upacara-upacara yang begitu bermakna. Tongkonan janganlah menjadi tontonan saja, tetapi simbol dan makna tongkonan memberikan semangat dan jati diri bagi masyarakat Toraja untuk terus maju.
Toraja dapat dibangun dengan kebersamaan, etos kerja, inovasi dan kreativitas, keharmonisan yang dilandasi oleh semangat kegotongroyongan yang bersimbol dari makna-makna budaya masyarakat Toraja. Toraja teruslah maju, selamat Hari Ulang Tahun bagi masyarakat Toraja, semoga cita-cita dan usaha kerja keras membawa kepada masyarakat Toraja yang maju dan sukses selalu. Sekali lagi, selamat hari ulang tahun Pemerintah Kabupatan Tana Toraja.
Sumber :Kompas